BAB I
PENDAHULUAN
1.1
1.1 Latar
Belakang
Ada dua
penyakit kulit yang perlu diwaspadai karena sering diabaikan yaitu Kusta dan
Frambusia. Kusta dan frambusia merupakan penyakit kulit menular dan menahun
yang mudah disembuhkan apabila ditemukan secara dini. Bila ditemukan sedini
mungkin dan diobati dengan baik maka dapat mencegah penderita dari kecacatan
tetap dan sembuh dalam waktu 6 bulan.
Frambusia, adalah penyakit kulit
menular disebabkan oleh Treponema
pertenue. Biasa disebut yaws (bahasa
Inggris) dan patek (dalam bahasa
Jawa). penyebarannya tidak melalui hubungan seksual, yang dapat mudah
tersebar melalui kontak langsung antara kulit penderita dengan kulit sehat.
Penyakit ini tumbuh subur terutama di daerah beriklim tropis dengan
karakteristik cuaca panas, banyak hujan, yang dikombinasikan dengan banyaknya
jumlah penduduk miskin, sanitasi lingkungan yang buruk, kurangnya fasilitas air
bersih, lingkungan yang padat penduduk dan kurangnya fasilitas kesehatan umum
yang memadai.
Frambusia dapat bersifat kronik
apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan merusak kulit, otot serta
persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada 10% kasus frambusia,
tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang merusak susunan kulit yang
juga mengenai otot dan persendian.
Di dunia,
pada awal tahun 1950-an diperkirakan banyak kasus frambusia terjadi di Afrika,
Asia, Amerika Selatan dan Tengah serta Kepulauan Pasifik, sebanyak 25 – 150
juta penderita. Setelah WHO memprakarsai kampanye pemberantasan frambusia dalam
kurun waktu tahun 1954 – 1963, para peneliti menemukan terjadinya penurunan
yang drastis dari jumlah penderita penyakit ini. Namun kemudian kasus frambusia
kembali muncul akibat kurangnya fasilitas kesehatan publik serta pengobatan
yang tidak adekuat. Dewasa ini, diperkirakan sebanyak 100 juta anak-anak
beresiko terkena frambusia.
Di Indonesia
sendiri masih ada, tersebar di daerah kantong-kantong kemiskinan. Pada tahun
1990, 21 provinsi dari 31 provinsi di Indonesia melaporkan adanya penderita
frambusia. Ini tidak berarti bahwa provinsi yang tidak melaporkan adanya
frambusia di wilayah mereka tidak ada frambusia, hal ini sangat tergantung pada
kualitas kegiatan surveilans frambusia di provinsi tersebut.
1.2.1
Bagaimana Aspek
Epidemiologi pada Penyakit Frambusia
(terkait agent, host, environment, prevalensi, cara penularan, perjalanan penyakit, dan
klasifikasi gejala penyakit) ?
1.2.2
Bagaimana Pencegahan
Penyakit Frambusia ?
1.2.3
Bagaimana Program
Pemberantasan Penyakit Frambusia?
1.3.1
Mengetahui Aspek
Epidemiologi pada Penyakit Frambusia (terkait
agent, host, environment,
prevalensi, cara penularan, perjalanan penyakit, dan klasifikasi gejala
penyakit)
1.3.2
Mengetahui Pencegahan
Penyakit Frambusia
1.3.3
Mengetahui Program Pemberantasan Penyakit Frambusia
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Epidemiologi Penyakit Frambusia
2.1.1 Agen Penyebab
Penyebab penyakit frambusia adalah Treponema partenue, subspesies pertenue
dari spirochaeta yang mempunyai bentuk
spiral,ditemukan pertama kali oleh Castellani pada tahun 1905, sifat Treponema
partenue adalah tidak tahan kering,
tidak tahan dingin dan tidak tahan panas. Sifat Morfologik (bentuk,ukuran dan
gerak) sulit dibedakan dengan Treponema Pallidium penyebab sipilis. Berbeda
dengan Treponema palladium, kuman ini
tidak menyebabkan infeksi kongenital karena tidak dapat melalui plasenta. Kuman
ini banyak dan mudah ditemukan pada jejas kulit penderita frambusia pada
stadium permulaan. Berkembang biak sangat lambat (setiap 30-33 jam) pada
manusia dan binatang percobaan, tetapi tidak dapat tumbuh dalam “culture”. Berdasarkan karateristik agen,
beberapa aspek terkait frambusia yaitu :
a. Infektivitas
dibuktikan dengan kemampuan sang agen untuk berkembang biak di dalam jaringan
penjamu.
b. Patogenesitas
dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya benjolan-benjolan
kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa nanah.
c. Virulensi
penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan menyerang dan
merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacat seumur hidup. Pada
10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi yang
merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
d. Toksisitas
yaitu dibuktikan dengan kemampuan agen untuk merusak jaringan kulit dalam tubuh
penjamu.
e. Invasitas
dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu dengan
yang lainnya.
f.
Antigenisitas yaitu sebelum
menimbulkan gejala awal agen mampu merusak antibodi yang ada di dalam penjamu
Sumber infeksi penyakit frambusia ini yaitu :
a.
Sumber
Penularan adalah manusia (penderita frambusia) terutama golongan umur dibawah
15 tahun.
b.
Kasus
laten yaitu mereka yang sudah terkena infeksi tetapi tidak menunjukkan gejala
klinik yang aktif.
2.1.2 Host
Karakteristik host
atau pejamu pada penyakit frambusia dapat dilihat dari golongan umur, jenis
kelamin, tingkat pendidikan,dan pekerjaan.
a.
Golongan
Umur
Umumnya lebih banyak menyerang anak-anak golongan umur dibawah 15 tahun
(> 95%).
b.
Jenis
Kelamin
Distribusi penyakit frambusia pada laki-laki dan perempuan berbeda. Hal
ini disebabkan karenya adanya perbedaan cara hidup (kegiatan sehari-hari).
Dalam usia muda lebih banyak laki-laki yang terkena karena laki-laki banyak
bermain dan bergaul sehingga kemungkinan lebih mudah terjadi luka (infeksi).
Pada usia dewasa lebih banyak wanita yang terkena karena dalam usia ini wanita
banyak kontak dengan anak-anak yang menderita frambusia.
c.
Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kemungkinan terserang frambusia
lebih besar,akibat kurangnya pengetahuan tentang kebersihan diri di lingkungan.
d.
Pekerjaan
Tidak terlalu berpengaruh terhadap jenis pekerjaan,sebab pada umumnya
yang banyak terserang adalah anak-anak usia sekolah (belum bekerja).
2.1.3
Environment
Pola penyebaran
dari penyakit frambusia terkait pada :
a. Lingkungan Fisik
Frambusia banyak terjadi pada
daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah endemik frambusia
prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan. Menurut WHO (2006) bahwa kasus
frambusia di Indonesia pada tahun 1949 meliputi NAD, Jambi, Bengkulu, Sumatera
Selatan, Jawa (Jawa Timur) dan sebagian besar Wilayah Timur Indonesia yang
meliputi Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku dan Papua.
b.
Temperatur
Umumnya penyakit frambusia terdapat di daerah dengan temperatur rata-rata
27oC dan curah hujan tinggi.
c.
Lingkungan
sosial ekonomi
Kepadatan penduduk, kurangnya
persediaan air bersih, dan keadaan sanitasi serta kebersihan yang buruk, baik
perorangan maupun pemukiman. Kurangnya fasilitas kesehatan umum yang memadai
dan kontak langsung dengan kulit penderita penyakit frambusia.
Pengetahuan masyarakat tentang
penyakit ini masih kurang karena ada anggapan salah bahwa penyakit ini
merupakan hal biasa dialami karena sifatnya yang tidak menimbulkan rasa sakit
pada penderita. enyakit ini biasanya banyak ditemui pada penduduk pedesaan
terutama didaerah yang padat penduduknya miskin dan status gizi yang kurang.
d.
Status Hygiene
Hygiene yang kurang baik perorangan maupun
lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penyebaran penyakit
farmbusia.
Di samping faktor yang mempengaruhi pola
penyebaran frambusia di atas, masih ada faktor yang mempengaruhi yang belum
diketahui secara jelas yang menyebabkan peta frambusia menunjukkan gambaran
yang lokal (apactchy), sehingga
merupakan fokus-fokus frambusia. Sering diantara dua desa yang berdampingan
letaknya dengan keadaan alam yang sama, ekonomi dan cara hidup rakyat yang
sama, ada perbedaan insidensi frambusia.
2.1.4
Prevalensi Frambusia
a.
Prevalensi
Frambusia di Indonesia
Pada saat ini Indonesia merupakan
penyumbang terbesar kasus Frambusia di Asia Tenggara yang tersebar di
provinsi wilayah timur Indonesia yaitu NTT, Sulawesi Tenggara, Maluku, Papua
dan Papua Barat .Hasil survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukan bahwa Indonesia pada Pelita III (1980/1981)
terjadi penurunan angka prevalensi akan
tetapi pada Pelita IV (1984/1985) angka prevalensi cenderung meningkat yakni
0,066% sampai dengan 0,394%. Infeksi menular frambusia di Indonesia
diperkirakan 0,040% (4015 kasus per 100.000 penduduk), tahun 2005 yaitu 0,025%
(2560 kasus per 100.000 penduduk). Kejadian frambusia di Indonesia pada tahun
2004 s/d tahun 2006 mencapai 40% kasus yang tidak dilaporkan. Selain itu tahun 2009 masih ditemukan 8.309 kasus frambusia
terutama kasus-kasus di pedalaman Papua, pedalaman Sumatera, pedalaman Sulawesi
dan Nusa Tenggara Timur (NTT), hal ini karena keterbatasan sumberdaya,dana dan
kemiskinan dan masih eratnya masyarakat kesukuan di daerah-daerah terpencil
yang sulit dijangkau untuk pelayanan pengobatan frambusia aktif dan pasif,
(WHO, 2006).
Propinsi Nusa Tenggara Timur
merupakan salah satu provinsi yang mempunyai penyebaran penyakit frambusia
cukup tinggi .Pada tahun 2006 NTT memiliki 20 Kabupaten/Kota dengan jumlah
kasus terbanyak terdapat di Kabupaten Sumba Barat yaitu 13,423 kasus klinis
tersebar di 115 desa, Kabupaten Alor, Belu dan TTS lebih dari 100 kasus per
10.000 penduduk,Kabupaten Sumba Timur khususnya Kecamatan Nggaha Ori Angu yaitu
lebih dari 200 kasus per 10.000 penduduk. Penyakit Frambusia di NTT hingga akhir
Desember 2007 angka prevalensi rate-nya mencapai 3,5 per 10.000 penduduk,
sedangkan di Kabupaten Belu angka prevalensi rate 5,6 per 10.000 penduduk.
Angka ini jauh di atas target nasional yaitu 1/10.000 penduduk. Memasuki
tahun 2008, penyakit frambusia di Belu tercatat dengan angka prevalensi
10,4/10.000 penduduk yang tersebar di 39 desa di tiga wilayah kerja puskesmas,
yaitu Puskesmas Bidukfoho, Kaputu dan Tunabesi.(Dinkes.
Prop.NTT, 2007). Kasus frambusia di
Kota Jayapura selama
tahun 2007 terbanyak pada
kelompok umur 5-9
tahun (51,19%).Penyakit
frambusia banyak diderita anak
dengan kelompok umur antara
6-10 tahun dan
75 % penderita penyakit frambusia
adalah anak-anak usia < 15 tahun, (Dinkes Jayapura,2008).
Menurut Depkes RI, (2004), penetapan
standar pencapaian program penyakit frambusia di Indonesia tahun 1994 secara
nasional prevalensi < 1 kasus per 100.000 penduduk, akan tetapi pada tahun
2004 masih ditemukan lebih dari 4000 kasus di daerah-daerah yang menjadi
kantong penyakit frambusia. Hal ini di pengaruhi oleh faktor host, agent dan
environtment termasuk pendidikan, pengetahuan, sosioekonomi dan perubahan iklim.
b.
Prevalensi
Frambusia di dunia
Pada tahun 1950 diperkirakan 50 - 100
juta kasus infeksi frambusia di daerah endemik meliputi Afrika, Asia, Amerika
Latin dan Kepulauan Caribbean. Pada tahun 1970 infeksi kasus frambusia 2 juta,
tahun 1980 diperkirakan 500 kasus per 100.000 penduduk.
1)
Prevalensi kasus aktif di Amerika Selatan :
Brazil 2.5%, Haiti 50%
2)
Africa : Liberia
30%, Kamerun 5.6%.
3)
Asia Tenggara : Thailand 3.1%, dan 17.2% di
Indonesia.
4)
Di India pada tahun 1950 diperkirakan lebih dari
20 juta kasus infeksi frambusia berada diseluruh daerah bagian.
Pada tahun 1970
diperkirakan 855.000 kasus infeksi frambusia. Tahun 1995 terdapat 1500 kasus
per 100.000 penduduk didaerah basis frambusia, survei tahun 1997 prevalensi
frambusia sebesar 3571 kasus. Frambusia mulai berkurang pada tahun 2003 yakni
46 kasus per 100.000 penduduk yang di laporkan.
2.1.5 Cara Penularan Frambusia
Penularan atau infeksi penyakit
frambusia banyak terjadi secara langsung (direct
contact) dan penularan secara tidak langsung (indirect contact).
a. Penularan
secara langsung (direct contact)
Penularan secara
langsung dari penderita ke orang lain jika jelas dengan gejala menular
(mengandung Treponema pertenue), yang
terdapat pada kulit seorang penderita, bersentuhan dengan kulit orang lain yang
ada lukanya. Luka itu mungkin sangat kecil sehingga tidak dapat dilihat dengan
mata. Infeksi mungkin juga terjadi dalam persentuhan antara jejas (lesion) dengan gejala menular dengan
selaput lendir.
b. Penularan
secara tidak langsung (indirect contact)
Penularan secara tidak langsung mungkin
dapat terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat
jarang. Dalam persentuhan antara jejas dengan gejala menular dengan kulit
(selaput lendir) yang luka, Treponema
pertenue yang terdapat pada jejas (lesion)
itu masuk ke dalam kulit melalui luka tersebut.
Terjadinya infeksi yang diakibatkan
oleh masuknya Treponema pertenue
dapat mengalami dua kemungkinan yaitu infeksi effective dan infeksi ineffective.
a. Infeksi effective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke
dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam tubuh dan menimbulkan
gejala-gejala penyakit. Infeksi effective
dapat terjadi jika Treponema pertenue
yang masuk ke dalam kulit cukup virulen dan cukup banyaknya dan orang yang
mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit frambusia.
b. Infeksi ineffective.
Infeksi ini terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam
kulit tidak dapat berkembang biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan
gejala-gejala penyakit. Infeksi effective
dapat terjadi jika Treponema pertenue
yang masuk ke dalam kulit tidak cukup virulen dan tidak cukup banyaknya dan
orang yang mendapat infeksi mempunyai kekebalan terhadap penyakit frambusia.
2.1.6 Perjalanan
Penyakit
Penyakit
frambusia merupakan penyakit menular yang menahun, sering kambuh sehingga
menyebabkan penderitaan yang lama dan menimbulkan kerusakan pada
jaringan-jaringan tubuh. Perjalanan penyakit frambusia terbagi menjadi beberapa
tahap yaitu:
a. Masa inkubasi
Masa inkubasi adalah rentang masa dimana terjadinya infeksi
hingga timbulnya gejala permulaan. Dalam masa inkubasi, Treponema telah
berkembang biak dan menyebar dalam tubuh, tetapi belum menimbulkan gejala-gejala
yang dapat diketahui sewaktu pemeriksaan klinik. Masa inkubasi peyakiit
frambusia berkisar antara 9-90 hari (rata-rata 21 hari).
b. Stadium primer
Setelah masa inkubasi antara 9-90 hari (rata-rata 3 minggu),
lesi primer atau induk frambusia berkembang pada sisi yang terkena penularan
berupa gigitan, goresan dan gesekan dengan kulit yang terkena frambusia.
Umumnya terjadi di daerah anggota gerak (lengan dan kaki). Lesi berwarna
kemerahan, tidak nyeri dan kadang-kadang gatal-gatal berbentol/kutil (papul).
Papula-papula tersebut akan meluas dengan diameter 1-5 cm untuk kemudian
menjadi ulkus (luka terbuka) dengan dasar berwarna kemerahan seperti buah
berry. Lesi-lesi satelit bisa bersatu membentuk plak. Karena jumlah treponema
yang banyak, maka lesi tersebut sangat menular. Pembesaran kelenjar limfa,
demam serta rasa nyeri merupakan tanda dari stadium ini. Induk frambusia akan
pecah dalam 2-9 bulan yang meninggalkan bekas dengan bagian tengah yang
bersifat hipopigmentasi.
c. Stadium sekunder
Sekitar 6-16 minggu setelah stadium primer. Lesi kulit atau
lesi anakan yang menyerupai lesi induk tapi berukuran lebih kecil yang biasanya
ditemukan dipermukaan tubuh dan sebagian di rongga mulut atau hidung. Lesi
anakan ini akan meluas, membentuk ulkus dan menghasilkan cairan-cairan fibrin
yang berisi treponema, yang kemudia mengering menjadi krusta. Cairan tersebut
menarik lalat-lalat untuk hinggap dan kemudian menyebarkannya ke orang lain.
Kadang-kadang bentuk serupa infeksi jamur dapat terlihat. Kondisi ini diakibatkan
proses penyembuhan inti dari papiloma atau gabungan dari lesi yang membentuk
bundaran. Lesi di aksila atau di lipat paha menyerupai condylomatalata. Papila-papila
di telapak kaki berberntuk tipis, hiperkeratosis yang akan menjadi erosi. Rasa
nyeri menandai stadium ini.
d. Stadium tersier
Pada stadium ini, sekitar 10% kasus setelah 5-15 tahun akan
kembali kambuh, yang ditandai dengan lesi kulit yang destruktif, lesi pada
tulang dengan kemungkinan terkenanya jaringan saraf dan penglihatan penderita.
Bertambahnya ukuran, tidak nyeri, perkembangan nodul-nodul dibawah kulit dengan
penampakan nanah nekrosis dan ulkus. Ulkus tersebut terinfeksi karena rusaknya
struktur kulit dibawahnya. Bentuk hiperkeratosis dan keratoderma pada telapak
tangan dan kaki sangat jelas terlihat. Stadium ini dapat menyerang tulang dan
persendian. Infeksi tulang (osteitis) yang terutama menyerang tulang kaki dan
tangan. Infeksi ini apabila tidak terkendali akan menyebabkan hancurnya
struktur tulang, dan berakhir dengan kecacatan dan kelumpuhan.
Secara epidemiologik, berdasarkan
lamanya masa perjalanan penyakit seperti yang telah diuraikan di atas, penyakit
frambusia dapat dibedakan menjadi frambusia dini (early yaws) yang berlangsung selama kurang dari lima tahun dan
frambusia lanjut (late yaws) yang
berlangsung selama lebih dari lima tahun. Karateristik frambusia dini dan
lanjut diuraikan di bawah ini.
a. Karakteristik frambusia dini (early yaws)
1) Semua jejas (lesion) timbul pada lima tahun pertama setelah infeksi.
2) Jejas biasanya basah karena mengeluarkan
getah radang (eksudat) yang banyak mengandung Treponema pertenue.
3) Ada beberapa jejas pada masa dini yang
tidak mengeluarkan getah radang yaitu macula, maculapula, dan papula.
4) Jejas-jejas ini biasanya sembuh tanpa
meninggalkan jaringan parut, karena tidak ada ulserasi, meskipun terkadang ada
perubahan susunan jaringan dan elastisitas kulit.
5) Bentuk paling khas ialah papiloma.
Semua jejas yang timbul sebelum atau bersamaan dengan papiloma ini termasuk
jejas tahap dini (early lesion).
Papiloma mengeluarkan getah radang.
6) Penderita dengan jejas tahap dini
merupakan penderita frambusia menular.
7) Pada masa laten tidak dapat dijumpai
jejas yang aktif tetapi proses penyakit masih berlangsung yang diketahui dengan
reaksi STS yang positif (seroreaktif).
8) Masa laten dini dapat diselingi dengan relapse
b. Karakteristik frambusia lanjut (late yaws)
1) Semua jejas timbul pada lima tahun atau
lebih setelah infeksi terjadi.
2) Jejas biasanya kering kecuali bila
disertai ulkus.
3) Jejas tidak mengandung Treponema pertenue, kalaupun ada
biasanya sangat sedikit.
4) Penderita dengan jejas tahap lanjut
dianggap penderita frambusia tidak menular
5) Bentuk ulkus merupakan jejas masa
lanjut yang khas yang dapat mengenai kulit dan jaringan subkutan termasuk
kulit, telapak tangan dan kaki, mukosa, tulang dan persendian.
6) Kerusakan jaringan akibat ulserasi pada
jejas tahap lanjut akan meninggalkan jaringan parut bila sembuh.
7) Semua jejas yang timbul bersamaan atau
sesudah ulkus termasuk jejas masa lanjut.
8) Masa laten lanjut dapat diselingi
dengan relapse atau dapat berakhir
sembuh.
2.1.7 Klasifikasi
Gejala Frambusia
Tabel dibawah ini adalah
klasifikasi gejala frambusia berdasarkan :
a. Nomenklatur Internasional untuk
Gejala-Gejala Frambusia
b. Klasifikasi Frambusia berdasarkan
Sembilan golongan menurut WHO
c. Klasifikasi penderita frambusia untuk
keperluan pemberantasan
Nomenklatur Internasional untuk
Gejala-Gejala Frambusia
|
Klasifikasi Frambusia berdasarkan
Sembilan golongan menurut WHO
|
Klasifikasi penderita frambusia untuk
keperluan pemberantasan
|
|
Early yaws
|
Late yaws
|
|
|
Initial lesions
(papilloma/ ulcero papilloma)
|
-----------------
|
1. initial lesions (gejala permulaan)
|
FRAMBUSIA
MENULAR
|
papillomata
|
----------------
|
2. Multiple
pappilomata tersebar
3. “Wet crab” yaws
(bubul)
|
|
Macules
Macula-papules
Micro papules
Plaques
Nodules
|
----------------
|
4. other early
skinlesions (gejala frambusia dini lain pada kulit)
|
|
Hyperkeratosis
early yaws
|
Hyperkeratosis early yaws
|
5. Hyperkeratosis
|
FRAMBUSIA
TIDAK MENULAR
|
|
Nodular late yaws, ulcera ted nodular lae yaws plaques of
late yaws
|
6. (a) Gummata
ulcera
(b) Gangosa
|
|
Bone and joint
early yaws
|
Bone and joint early yaws
|
7. Bone and
joint lesion (gejala pada tulang dan
sendi)
|
|
|
Juxta articular nodules
|
8. Other manifestations
|
|
Latent early yaws
|
Latent early yaws
|
9. Latent yaws
(frambusia laten)
|
Penderita
dalam keadaan masa laten
|
2.2
Pencegahan
Penyakit Frambusia
2.2.1 Pencegahan Primer
Tujuan dari
pencegahan primer adalah untuk mengurangi insidensi penyakit dengan cara
mengendalikan penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya. Upaya-upaya pencegahan dan
pemberantasan yang dapat dilakukan adalah:
a. Lakukanlah upaya promosi kesehatan
umum, berikan pendidikan kesehatan kepada masyarakat tentang treponematosis,
jelaskan kepada masyarakat untuk memahami pentingnya menjaga kebersihan
perorangan dan sanitasi-sanitasi yang baik, termasuk penggunaan air dan sabun
yang cukup dan pentingnya untuk meningkatkan kondisi sosial ekonomi dalam
jangka waktu panjang untuk mengurangi angka kejadian.
b. Mengorganisir masyarakat dengan cara
yang tepat untuk ikut serta dalam upaya pemberantasan dengan memperhatikan
hal-hal yang spesifik di wilayah tersebut.
c. Disinfeksi serentak: bersihkan
barang-barang yang terkontaminasi dengan discharge dan buanglah discharge
sesuai dengan prosedur.
2.2.2 Pencegahan Sekunder
Sasaran
pencegahan ini terutama ditujukan kepada mereka yang menderita atau dianggap
menderita (suspect) atau yang
terancam akan menderita (masa tunas). Adapun tujuan usaha pencegahan tingkat
kedua ini yang meliputi diagnosis dini dan pengobatan yang tepat agar dapat
dicegah meluasnya penyakit atau untuk mencegah timbulnya wabah, serta untuk
segera mencegah proses penyakit untuk lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat
samping atau komplikasi.
a.
Pencarian penderita dan kontak secara dini , baik aktif maupun pasif,
melalui peningkatan usaha surveillance penyakit frambusia,
1)
Penemuan penderita dan
kontak secara aktif
Memeriksa anak-anak umur dibawah 15
tahun baik di sekolah maupun di
masyarakat dan dilanjutkan dengan penemuan kontak, pelacakan.
a)
Pemeriksaan anak sekolah (School survey)
Pemeriksaan ini dilakukan oleh petugas
kesehatan yang sudah terlatih mendiagnosa penyakit frambusia yang biasanya
berbentuk tim terdiri dari 2-3 orang petugas. Dengan langkah-langkah sebagai
berikut:
Sewaktu
melakukan pemeriksaan anak sekolah, pertama-tama hubungan dengan kepala sekolah
atau wakilnya, menyampaikan maksud kedatangan tim sehubungan dengan
pemberitahuan sebelumnya dan kegiatan yang akan dilakukan. Kemudian diminta
agar setiap wali kelas menyiapakan daftar muridnya, berapa yang hadir dan
berapa yang absen. Setelah siap tim bersama wali kelas memasuki kelas. Wali
kelas menjelaskan maksud kedatangan tim, kemudian petugas kesehatan menjelaskan
secara singkat kegiatan tim dan apa yang harus dilakukan anak-anak. Penjelasan
ini dapat singkat atau agak panjang, tergantung situasi dan kondisi anak-anak.
Diharapkan petugas tim memahami teknik-teknik penyuluhan yang tepat.
Pemeriksaan
dilakukan secara sistematis, di tempat yang terang sebaiknya di luar kelas.
Dengan langkah-langkah sebagai berikut:
·
Semua laki-laki buka baju, kaos dan sarung, lepas celana
panjang hingga kelihatan seluruh badan dari pinggang ke atas dan lutut ke
bawah.
·
Semua perempuan tidak perlu buka baju, tetapi sewaktu
memeriksa lutut dan betis, kain atau sarung diangkat seperlunya.
·
Semua anak kecil harus telanjang bulat.
·
Pemeriksa duduk membelakangi tempat yang terang hingga
seluruh sinar menerangi orang yang diperiksa.
·
Orang yang diperiksa berdiri menghadap pemeriksa.
·
Pemeriksa berturu-turut melihat ke atas dan ke bawah dan
memperhatikan gejala-gejala yang ada di wajah, dahi, sekitar mata, hidung,
mulut. Jika ada gejala-gejala frambusia ditemukan, cepat dicatat. Perhatian
pemeriksaan pindah ke bawah, lihat leher bagian depan, dada dan ketiak.
·
Perhatian pindah pada kedua lengan dan telapak tangan.
Sesudah itu ditanyakan apakah di badan yang tertutup ada luka atau
kelainan-kelainan karena frambusia. Pemeriksaan selanjutnya pada bagian tulang
kering dan kaki.
·
Kemudian orang yang diperiksa disuruh berbaring membelakangi
pemeriksa dan sekarang berturut-turut ditujukan dari bagian atas ke bawah mulai
dari kepala, tengkuk, punggung, siku tangan, siku lutut, betis dan telapak kaki.
·
Pada waktu memeriksa telapak kaki, orang yang diperiksa
berdiri dengan mengangkat kakinya ke belakang secara bergantian antara kaki
kiri dan kaki kanan, dan diminta berpegangan pada meja agar tidak jatuh.
·
Anak kecil dibuka lipatan pantatnya.
−
Penderita-penderita yang ditemukan baik yng menular dan
tidak menular dicatat nama dan alamatnya, nama orang tua, dan anggota keluarga
yang lain didalam kartu penderita (kartu status).
−
Semua penderita yang ditemukan, setelah dicatat semuanya
disuntik oleh tim pemeriksa (tidak boleh ada satu anakpun yang lolos).
−
Gejala-gejala yang ditemukan pada penderita hendaknya
ditunjukkan kepada guru-guru dan murid-murid supaya mereka mengenal (atau lebih
mengenal) bentuk dan gejala-gejala frambusia.
Sementara itu kepada mereka hendaknya juga diberikan
keterangan singkat yang mudah dimengerti tentang frambusia, gejala-gejalanya
cara penularan dan penyebarannya, akibatnya faktor-faktor yang mempengaruhinya
dan cara bagaimana orang melindungi diri terhadap penularan serta pentingnya pengobatan
yang cepat diberikan kepada penderita-penderita, tidak hanya untuk menyembuhkan
mereka, akan tetapi juga untuk mencegah penularan kepada orang lain.
−
Disamping itu perlu memberikan anjuran agar guru-guru dalam waktu tertentu mengawasi murid-muridnya
bila memungkinkan mengadakan pemeriksaan simultan sebagaimana diterangkan
diatas dan jika diantaranya terdapat penderita-penderita frambusia hendaknya
segera dikirim ke puskesmas.
b)
Pemeriksaan anak usia 15 tahun ke bawah
Teknik pemeriksaan harus dilakukan secara sistematis menurut
urut-urutan hingga tidak ada bagian badan yang ketinggian sesuai dengan cara
pemeriksaan anak sekolah.
c)
Pencarian kontak penderita (kelas, serumah dan tetangga
sepermainan)
Jika ditemukan 1 orang penderita, diperkirakan penderita
tersebut telah kontak dengan 10-20 orang disekitarnya. Oleh karena itu maka
perlu dilakukan pencarian kontak untuk diberikan pengobatan.
Pencarian kontak harus dilakukan terhadap:
·
Kontak kelas
Yaitu teman sekelas yang akrab dengan penderita seperti
teman sebangku/seiring sejalan ke sekolah atau teman sepermainan dan teman
sekelas yang mempunyai pintu penyakit seperti luka dan sebagainya.
·
Kontak serumah
Yaitu seluruh anggota keluarga yang tinggal serumah adalah
penderita terutama anak-anak dibawah umur 15 tahun.
·
Kontak tetangga/sepermainan
Yaitu anak-anak yang sering berkunjung dan bermain ke rumah
penderita atau sebaliknya anak-anak penderita berada di rumah yang sering
dikunjungi penderita.
d)
Pelacakan
Pelacakan dilakukan jika menemukan kasus indeks baik yang
ditemukan secara aktif maupun pasif.
·
Tujuan
Tujuan dari pelacakan yaitu untuk mendapatkan kasus tambahan
dan mendeteksi penyebaran serta memberikan pengobatan terhadap penderita dan
kontaknya.
·
Sasaran
Sasaran utama adalah rumah penderita (index case) dan
rumah-rumah disekitarnya yang diperkirakan sering dikunjungi oleh penderita
atau sebaliknya dalam waktu tiga bulan terakhir.
·
Pelaksana
Pelacakan dilakukan oleh petugas kesehatan, dilakukan setiap
saat terhadap kasus indeks.
·
Tindakan
Tergantung pada jumlah penderita yang ditemukan penyebaran
penderita dan situasi epidemiologis di lapangan. Disamping pengobatan penderita
dan kontak bila perlu dapat dilakukan survey yang lebih luas.
Sebelum melakukan pemeriksaan anak
sekolah/anak <15 tahun di masyarakat, lebih dahulu petugas menghubungi
kepala sekolah/kepala desa:
·
Untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan
pemberantasan, penyakit frambusia pada umumnya dan kegiatan survey, pada
khususnya agar memperoleh peserta dan bantuan yang semaksimal mungkin.
·
Menentukan jadwal pemeriksaan.
·
Mempersiapkan daftar nama-nama murid/anak lainnya beserta
alamat rumahnya.
2)
Penemuan penderita secara pasif
a)
Penderita yang datang berobat ke Pukesmas, bidan, mantri
atau balai pengobatan/fasilitas pengobatan lainnya.
b)
Laporan penduduk adanya penderita di daerah mereka.
b.
Diagnosis dan pemeriksaan
serologis.
1)
Diagnosis
Diagnosis
frambusia terbagi menjadi dua bagian:
a)
Diagnosa klinik/lapangan
Diagnosa di lapangan terutama
berdasarkan pemeriksaan pemeriksaan klinik sesuai dengan bentuk dan sifat
kelainan yang ada.
b)
Demonstrasi Treponema/ pemeriksaan langsung
·
Metode mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).
·
“Smear” yang sudah difiksasi dilihat langsung dibawah
mikroskop lapangan gelap.
·
Pengecatan dengan Giemsa.
2)
Pemeriksaan Serologis
Pemeriksaan serologis untuk
penyakit frambusia dipergunakan pemeriksaan yang sama dengan pemeriksaan untuk
medeteksi penyakit sifilis yaitu VDRL dan TPHA. Pemeriksaan serologis ini
berguna untuk
a)
Menemukan penderita-penderita dalam masa laten yang tidak
menunjukkan gejala klinik, tetapi ternyata seroposi. Mereka (penderita) seperti
ini adalah “reservoir” frambusia.
b)
Dapat dipakai untuk lebih memastikan diagnosa dalam keadaan
yang meragukan, apakah suatu penyakit disebabkan oleh Treponema atau bukan (konfirmasi diagnosa). Pemeriksaan serologis
pada penyakit frambusia dilakukan pada anak-anak umur dibawah 15 tahun sebagai
sasaran karena diasumsikan pada usia tersebut belum pernah melakukan hubungan
seksual sehingga dapat dianggap bahwa mereka hanya pernah tertular frambusia
dan sifilis kongenital.
2.2.3 Pencegahan Tersier
Sasaran pencegahan tingkat ketiga
adalah penderita penyakit Frambusia dengan tujuan mencegah jangan sampai cacat
atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit tersebut atau
mencegah kematian akibat penyakit tersebut. Berbagai usaha dalam mencegah
proses penyakit lebih lanjut agar jangan terjadi komplikasi dan lain
sebagainya.
Pada tingkat ini juga dilakukan
usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari penyembuhan
penyakit Frambusia. Rehabilitasi adalah usaha pengembalian fungsi fisik,
psikologis, sosial seoptimal mungkin yang meliputi rehabilitasi fisik atau
medis, rehabilitasi mental atau psikologis serta rehabilitasi sosial.
Berikut
adalah beberapa obat yang dapat digunakan pada penderita Frambusia.
a.
Obat pilihan
1) PAM
(Penicillin procain with Alluminium
Monostearate in Oil)
Termasuk “long acting penicillin” yang memang
dipilih untuk memberikan kadar obat dalam darah yang cukup tinggi dalam waktu
yang cukup tinggi dalam waktu yang cukup lama. Untuk mematikan Treponema pertenue dalam tubuh diperlukan
konsentrasi paling kurang 0,3 unit penicillin per 1 ml serum selama 4-6 hari.
Obat ini mudah diberikan dengan satu kali suntikan (one shot injection) secara intramuscular
dengan dosis sebagai berikut:
Golongan
Umur
|
Dosis
|
|
Penderita
|
Kontak
|
|
0-14
th
|
600.000
U (2 ml)
|
300.000
(1 ml)
|
>14
th
|
1.200.000
U (4 ml)
|
600.000
(2 ml)
|
2) Benzathin
Penicillin G.
Juga termasuk “long acting penicillin” yang dapat
diberikan sebagai pengganti PAM, mempunyai efek terapatsik yang sama dengan
PAM, tetapi harganya lebih mahal. Diberikan secara suntikan intramuskuler dengan dosis tunggal
sebagai berikut:
Golongan Umur
|
Dosis
|
Penderita dan kontak
|
|
0-14 th
|
600.000 U (2 ml)
|
>14 th
|
1.200.000 U (4 ml)
|
b.
Obat tambahan
Diberikan untuk sekedar menolong
penduduk sekitarnya terutama penderita penyakit kulit lainnya yang berbentuk
luka-luka (ulcer) yang besarnya lebih
dari 2cm, suntikan PAM/Benzhatine Penicillin dengan dosis 300.000 U (1 ml).
c.
Obat alternatif
Kepada penderita yang peka
terhadap penicillin diberikan pengobatan alternatif yang penyembuhannya harus
dimonitori. Menurut laporan-laporan di negara lain hanya menghasilkan -80% “cure rate”, oleh karenanya hanya dilakukan
kalau penderita alergi terhadap penicillin.
1) Aureomisin
·
Anak-anak : 0,75 - 1,5 mg selama 4 hari
·
Dewasa : 2 gr selama 5 hari
2) Teramisin
·
3 gr pada hari ke I
·
2 gr pada hari ke II Dalam dosis yang dibagi
selama
·
2 gr pada hari ke III tiga hari
berturut-turut
3) Tetrasiklin
·
Anak-anak : 25 mg/kg berat badan selama 5 hari
·
Dewasa : 2 gr sehari selama 5 hari
Karena
obat-obatan ini diberikan per oral maka harus ada pengawasan yang baik untuk
menjamin bahwa obat betul-betul diminum oleh penderita. Sebaiknya penderita
selama pengobatan diminta datang ke puskesmas dam menelan obat di muka petugas.
Bila ini tak mungkin, maka petugas harus mengunjungi rumah penderita.
Pengobatan
dengan PAM/Benzhatine Penicillin kepada masyarakat di desa-desa
biasanya tidak menimbulkan gangguan. Suntikan ini kadang-kadang mengakibatkan :
a. Keringat keluar
kurang lebih 3 jam sesudah suntikan (biasanya ringan atau hanya sampai
membasahi baju)
b. Timbul bintik-bintik
yang terasa agak gatal
c. Gangguan yang
lebih berat adalah orangnya pucat, kering, dingin dan pingsan (anaphylactic shock)
Penderita dalam keadaan shock perlu segera disuntik
dengan adrenalin, 1 ml intra muskuler atau subkutan yang dibagi dalam 3 dosis.
Setiap dosis diberikan 3 ml dengan interval tiap 20 menit sampai keadaan shock
dapat diatasi.
2.3
Program
Pemberantasan Frambusia
Program pemberantasan
frambusia berikut adalah program pemberantasan yang dilakukan oleh Dinas
Kesehatan RI.
a.
Tujuan
1)
Tujuan umum
Eradikasi penyakit
frambusia di Indonesia pada tahun 2010
2)
Tujuan khusus
a)
Mengintegrasikan
pelaksanaan program eradikasi frambusia ke dalam pelayanan kesehatan dasar.
b)
Meningkatkan
pengetahuan dan kemampuan petugas pelayanan kesehatan dasar dalam mendiagnosis
dan mengobati penyakit frambusia
c)
Menjamin ketersediaan
obat dan logistik lainnya
d) Melaksanakan
monitoring dan supervise secara efektif
b.
Sasaran
1)
Sasaran
Sasaran adalah seluruh
penduduk di daerah focus dengan prioritas golongan umur di bawah 15 tahun, baik
yang berada di sekolah dasar, taman kanak-kanak maupun di desa atau masyarakat.
2)
Target
Target pemeriksaan
minimal 80% dari sasaran dan pengobatan 100% penderita yang ditemukan dan
kontak.
c.
Strategi
1)
Strata
Atas dasar besarnya
masalah, seluruh propinsi dibagi menjadi 3 wilayah :
a)
Wilayah bebas
frambusia, yaitu wilayah yang tidak ada kasus frambusia, yang dibuktikan dengan
sero survey pada anak di bawah 5 tahun selama 3 tahun berturut-turut.
b)
Wilayah pengawasan
frambusia (maintenance) yaitu wilayah yang ada kasus frambusia dengan
prevalensi < 1 per 10.000 penduduk.
c)
Wilayah penanggulangan
(non maintenance) yaitu wilayah yang ada kasus frmabusia dengan prevalensi >
1 per 10.000 penduduk.
2)
Strategi
a)
Provinsi dengan
prevalensi <1 dari 10.000 penduduk
·
Meningkatkan kegiatan
surveilans
b)
Provinsi dengan
prevalensi >1 dari 10.000 penduduk
·
Menemukan penderita
secara aktif dan pasif
·
Mengobati semua
penderita dan kontak (serumah, sepermainan/tetangga, dan sekelas)
·
Mengintegrasikan
kegiata pemberantasan penyakit frambusia dengan program lain melalui pendekatan
PKMD (Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa). Pimpinan Puskesmas perlu
mengadakan koordinasi pelaksanaan pemberantasan pada unit-unit yang ada baik
komponen stsatik maupun komponen keliling Puskesmas.
d. Kebijakan
1) Indikator
penentuan endemisitas suatu wilayah ditetapkan berdasarkan angka prevalensi
2) Penanggulangan
fokus di daerah endemis dilaksanakan secara bertahap, berdasarkan pertimbangan
tinggi rendahnya angka prevalensi dan tersedianya dana.
3) Upaya
pemberantasan dilaksanakan secara terpadu dengan program penyediaan dan
pengelolaan air bersih serta program PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat).
4) Pelaksanaan
pemberantasan dilaksanakan dengan prinsip kemitraan.
e. Kegiatan
1) Kegiatan
pokok
a)
Penemuan penderita dan
kontak
·
Aktif
Memeriksa anak-anak
umur dibawah 15 tahun baik di sekolah maupun di masyarakat dan dilanjutkan
dengan penemuan, kontak, pelacakan
·
Pasif
Penderita yang datang
berobat di Puskesmas, bidan, mantra, atau balai pengobatan/fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya. Selain itu juga dari laporan penduduk adanya penderita di daerah
mereka
b)
Pengobatan
Semua penderita
menular dan tidak menular serta kontak harus diobati. Pada wilayah dengan
prevalensi tertentu, di samping penderita dan kontak penduduk/ anak-anak
dibawah 15 tahun perlu juga diobati sesuai dengan table di bawah ini.
Endemisitas
|
Prevalensi
Frambusia
|
TipePengobatan
|
Yang
diobati
|
Hiperendemis
|
>5%
|
TMT
|
Semua
penduduk
|
Medium
|
2-5%
|
JMT
|
Semua
penderita + semua anak <15 tahun
|
Keterangan : TMT =
Total Mass Treatment
JMT =
Juvenile Mass Treatment
SMT =
Selective Mass Treatment
c)
Follow
up
Yaitu memantau
penderita yang sudah mendapat pengobatan dan mencari penderita serta kontak
yang lolos pada kegiatan sebelumnya.
Tindak lanjut ini dilakukan untuk melihat hasil usaha pemberantasan sebelumnya dan menemukan penderita baru
Tindak lanjut ini dilakukan untuk melihat hasil usaha pemberantasan sebelumnya dan menemukan penderita baru
·
Tujuan
-
Melihat ada tidaknya
kasus frambusia menular baru
-
Menilai kesembuhan,
relaps, reinfeksi dan hasil pengobatan
·
Sasaran
-
Penderita yang telah
diobati
-
5% penduduk pada
daerah sulit yang diduga tak ada frambusia menular
-
8% anak di bawah umur
15 tahun pada aerah sulit yang diduga ada penderita frambusia
-
Kontak yang belum
dapat diobati sebelumnya
·
Pelaksana
Puskesmas dan
kabupaten di daerah yang bersangkutan
Sekurang-kurangnya dilakukan dua kali dengan
selang waktu 1 bulan sesuai ditemukannya penderita terakhir. Apabila dalam
jangka waktu 1 tahun tidak ditemukan penderita baru , maka perlu dilakukan
survei prevalensi.
2) Kegiatan
penunjang
a)
Penyuluhan
b)
Pencatatan dan
pelaporan
c)
Pengelolaan logistik
d) Monitoring
dan evaluasi
e)
Kemitraan
Selain menurut Dinas
Kesehatan RI, terdapat pula acuan program pemberantasan frambusia menurut WHO,
yang meliputi :
a. Obat yang dipakai
1)
Azitromisin (obat pilihan)
2)
Benzatin penisilin
b. Kebijakan Pengobatan
1)
Jumlah masyarakat pengobatan,
di mana dianjurkan untuk mengobati komunitas endemik seluruh awalnya, terlepas
dari jumlah kasus klinis aktif.
2)
Jumlah ditargetkan pengobatan,
di mana dianjurkan untuk memperlakukan semua kasus klinis aktif dan kontak
mereka (keluarga, sekolah, dan teman-teman bermain
c. Pelaksanaan langkah-langkah
1)
Mengidentifikasi populasi
beresiko.
2)
Pemetaan fokus endemic
frambusia dalam negara
3)
Pelatihan petugas kesehatan dan
agen masyarakat.
4)
Informasi, Pendidikan dan
komunikasi (IEC), mobilisasi sosial dan advokasi.
5)
Kasus-temuan (aktif dan pasif).
6)
Pengobatan kasus dan kontak
berdasarkan kebijakan pengobatan baru.
7)
Surveillance (klinis dan
serologis).
8)
Supervisi, monitoring dan
evaluasi.
9)
Penelitian operasional
10)
Standar pelaporan dan sistem
perekaman.
11)
Membangun kemitraan nasional
dan internasional.
12)
Pemantauan dan evaluasi.
d.
Indikator
1)
Jumlah kasus baru dilaporkan
setiap bulan dari sebuah komunitas.
2)
Cakupan pengobatan.
3)
Prevalensi serologi pada anak
usia 1-5 tahun sekali nol kasus tercapai.
BAB III
KESIMPULAN
3.1 Aspek
Epidemiologi pada Penyakit Frambusia
(terkait agent, host, environment, prevalensi, cara penularan, perjalanan penyakit, dan
klasifikasi gejala penyakit)
3.1.1 Agen
Agen
penyebab penyakit frambusia adalah Treponema pertenue.
3.1.2 Host
Host/pejamu penyakit frambusia dapat
ditinjau dari golongan umur, jenis kelamin, pendidikan dan pekerjaan.
Franmbusia lebih banyak
menyerang anak-anak golongan umur dibawah 15 tahun. Dalam usia muda lebih
banyak laki-laki yang terkena karena laki-laki banyak bermain dan bergaul
sehingga kemungkinan lebih mudah terjadi luka (infeksi). Pada usia dewasa lebih
banyak wanita yang terkena karena dalam usia ini wanita banyak kontak dengan
anak-anak yang menderita frambusia. Masyarakat berpendidikan rendah lebih
sering terserang akibat kurangnya pengetahuan tentang kebersihan diri di
lingkungan.. Selain itu banyak terserang adalah anak-anak usia sekolah (belum bekerja).
3.1.3
Environment
Frambusia
banyak terjadi pada daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Umumnya penyakit frambusia terdapat di daerah
dengan temperatur rata-rata 27oC dan curah hujan tinggi. Kepadatan
penduduk, kurangnya persediaan air bersih, dan keadaan sanitasi serta
kebersihan yang buruk, baik perorangan maupun pemukiman serta kurangnya
fasilitas kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit
penderita penyakit frambusia menyebabkan frambusia cepat menular.. Selain itu hygiene yang kurang baik perorangan maupun
lingkungan merupakan faktor yang sangat mempengaruhi penyebaran penyakit
farmbusia.
3.1.4
Prevalensi
Hasil survei
kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1986 menunjukan bahwa Indonesia pada Pelita
III (1980/1981) terjadi penurunan angka prevalensi akan tetapi pada Pelita IV (1984/1985) angka
prevalensi cenderung meningkat yakni 0,066% sampai dengan 0,394%. pada tahun
2004 masih ditemukan lebih dari 4000 kasus di daerah-daerah yang menjadi
kantong penyakit frambusia.
Pada tahun 1950
diperkirakan 50 - 100 juta kasus infeksi frambusia di daerah endemik meliputi
Afrika, Asia, Amerika Latin dan Kepulauan Caribbean. Pada tahun 1970 infeksi
kasus frambusia 2 juta, tahun 1980 diperkirakan 500 kasus per 100.000 penduduk.
3.1.5
Cara
Penularan
Penularan atau infeksi penyakit
frambusia banyak terjadi secara langsung (direct
contact) dan penularan secara tidak langsung (indirect contact). Penularan secara langsung terjadi jika seseorang
bersentuhan dengan kulit penderita yang ada lukanya. Penularan secara tidak
langsung (indirect contact)
terjadi dengan perantaraan benda atau serangga, tetapi hal ini sangat
jarang.
Terjadinya
infeksi yang diakibatkan oleh masuknya Treponema
pertenue dapat mengalami dua kemungkinan yaitu infeksi effective dan infeksi ineffective.
Infeksi effective. terjadi jika
Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit berkembang biak, menyebar di dalam
tubuh dan menimbulkan gejala-gejala penyakit, virus cukup virulen dan cukup
banyak dan orang yang mendapat infeksi tidak kebal terhadap penyakit
frambusia. Infeksi ineffective terjadi jika Treponema pertenue yang masuk ke dalam kulit tidak dapat berkembang
biak dan kemudian mati tanpa dapat menimbulkan gejala-gejala penyakit, virus tidak
cukup virulen dan tidak cukup banyak dan orang yang mendapat infeksi mempunyai
kekebalan terhadap penyakit frambusia.
3.1.6
Perjalanan
Penyakit
Perjalanan penyakit frambusia terdiri
dari masa inkubasi, stadium primer, stadium sekunder dan stadium tersier.
Masing-masing dari stadium memiliki ciri khas jejas dan lama waktu yang
berbeda.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya, penyakit frambusia dapat dibedakan
menjadi frambusia dini (early yaws)
yang berlangsung selama kurang dari lima tahun dan frambusia lanjut (late yaws) yang berlangsung selama lebih
dari lima tahun.
3.1.7
Klasifikasi
Gejala Frambusia
Klasifikasi
gejala frambusia dapat didasarkan pada:
a. Nomenklatur Internasional untuk
Gejala-Gejala Frambusia
b. Klasifikasi Frambusia berdasarkan
Sembilan golongan menurut WHO
c. Klasifikasi penderita frambusia untuk
keperluan pemberantasan
3.2
Pencegahan
Penyakit Frambusia
3.2.1 Pencegahan Primer
Pencegahan
primer bertujuan mengurangi insidensi penyakit dengan cara mengendalikan
penyebab-penyebab penyakit dan faktor-faktor resikonya. Upaya-upaya pencegahan yang dapat
dilakukan adalah promosi kesehatan umum, memberikan pendidikan kesehatan kepada
masyarakat tentang treponematosis, mengorganisir masyarakat dengan cara yang
tepat untuk ikut serta dalam upaya pemberantasan dengan memperhatikan hal-hal
yang spesifik di wilayah tersebut. Di samping itu juga disinfeksi serentak:
bersihkan barang-barang yang terkontaminasi dengan Trepanotoma dan membuang
sesuai dengan prosedur.
3.2.2
Pencegahan
Sekunder
Sasaran pencegahan ini terutama ditujukan kepada
mereka yang menderita atau dianggap menderita (suspect) atau yang terancam akan menderita (masa tunas). untuk
lebih lanjut serta mencegah terjadinya akibat samping atau komplikasi. Upaya
yang dapat dilakukan adalah pencarian penderita dan kontak secara dini , baik aktif maupun pasif,
melalui peningkatan usaha surveillance penyakit frambusia, serta Diagnosis dan
pemeriksaan serologis.
3.3.3 Pencegahan Tersier
Sasaran pencegahan tingkat ketiga
adalah penderita penyakit Frambusia dengan tujuan mencegah jangan sampai cacat
atau kelainan permanen, mencegah bertambah parahnya penyakit tersebut atau
mencegah kematian dan komplikasi akibat penyakit tersebut. Pada tingkat ini
juga dilakukan usaha rehabilitasi untuk mencegah terjadinya akibat samping dari
penyembuhan penyakit Frambusia. Upaya yang dapat dilakukan adalah pengobatan,
baik dengan obat pilihan, obat tambahan, atau pun obat alternatif.
3.3 Program Pemberantasan Penyakit Frambusia
Program pemberantasan penyakit
frambusia dijabarkan dalam tujuan, sasaran, target, strategi , kebijakan dan
kegiatan.
Tujuan terdiri dari tujuan umum
dan tujuan khusus. Tujuan umumnya
adalah eradikasi penyakit
frambusia di Indonesia. Dan tujuan khusus telah diuraikan dalam bab 2.
Sasaran adalah
seluruh penduduk di daerah fokus dengan prioritas golongan umur di bawah 15
tahun, baik yang berada di sekolah dasar, taman kanak-kanak maupun di desa atau
masyarakat.
Target
pemeriksaan minimal 80% dari sasaran dan pengobatan 100% penderita yang
ditemukan dan kontak.
Strategi
dilakukan dengan melihat aspek besarnya masalah dan tingkat prevalensi.Atas
dasar besarnya masalah, seluruh propinsi dibagi menjadi 3 wilayah yaitu wilayah
bebas frambusia, wilayah pengawasan frambusia, dan wilayah penanggulangan.
Selain itu juga melihat prevalensi. Ada perbedaan strategi pada provinsi dengan
prevalensi frambusia <1 dari 10.000 penduduk dengan provinsi dengan
prevalensi frambusia >1 dari 10.000 penduduk
Dari segi
kebijakan, beberapa kebijakan telah ditetapkan sebagaimana tercantum dalam bab
2.
Kegiatan
pemberantasan yang dilaksanakan terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan
penunjang. Kegiatan pokok meliputi penemuan penderita dan kontak, baik secara
aktif maupun pasif; selain itu juga ada kegiatan pengobatan serta follow up. Kegiatan penunjang terdiri
dari penyuluhan, pencatatan dan pelaporan, pengelolaan logistik, monitoring dan
evaluasi, kemitraan.
Selain
menurut Dinas Kesehatan RI, terdapat pula acuan program pemberantasan frambusia
menurut WHO, yang meliputi pemilihan obat yang dipakai, kebijakan pengobatan, pelaksanaan langkah-langkah
dan indikator.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen
Kesehatan RI. 2007. Profil Kesehatan Indonesia. Jakarta : Depkes RI
Dinas Kesehatan Propinsi Jawa Timur.
2012. Penyakit Frambusia. Surabaya :
Dinkes Propinsi Jawa Timur.
Ahressa,
Lyssa. Frambusia. http://lissasyahreza.blogspot.com/2011/03/frambusia-latar-belakang-ada-dua.html
(diakses tanggal 28 Maret 2013 pukul 12.00)
http://www.depkes.go.id/downloads/profil/Profil%20Kesehatan%20Indonesia%202005.pdf
(diakses tanggal 28 Maret 2013 pukul 12.00)
http://www.depkes.go.id/index.php/berita/press-release/1188-kusta-dan-frambusia-penyakit-terabaikan.html
(diakses tanggal 28 Maret 2013 pukul 12.00)
http://www.who.int/mediacentre/factsheets/fs316/
(diakses tanggal 28 Maret 2013 pukul 12.00)
http://www.who.int/yaws (diakses tanggal 28 Maret 2013 pukul
12.00)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar